Topan Abdul : Pers Sebagai Pilar Demokrasi Yang Sejatinya Menjaga Marwah Dan Kode Etik
Kabarbaru.Info - Pers merupakan pilar keempat demokrasi setelah Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif yang dilindungi UU nomor 40 tahun 1999 yang dituntut menyajikan informasi akurat, berimbang, dan terpercaya
Selain itu, seorang Jurnalis dituntut harus menjunjung tinggi kode etik profesi bahkan menjaga marwah organisasi dengan kebebasan dalam mencari informasi. Ungkap Praktisi Hukum Topan Ahmad Abdul, S.IP.,SH
Pers berfungsi memberi informasi, mendidik, menghibur, sekaligus menjadi alat kontrol sosial terhadap kekuasaan. Dengan demikian, jurnalis ibarat mata dan telinga masyarakat yang memastikan kebenaran untuk mendapat tempat di ruang publik
Namun di balik peran mulia itu, muncul fenomena memprihatinkan, sejumlah oknum Jurnalis justru menyalahgunakan profesinya alih-alih menegakkan kebenaran, mereka mencari-cari kesalahan masyarakat atau pejabat untuk kemudian dijadikan alat pemerasan, beber Topan Ahmad Abdul yang juga mantan wartawan disalah satu media kala itu
Lanjut Topan, sejumlah fakta di lapangan menunjukkan praktik ini bukan sekadar isapan jempol, misalnya di Pringsewu, Lampung, seorang oknum wartawan bersama anggota LSM ditangkap setelah mengancam kepala pekon, kepala sekolah, dan kepala puskesmas dengan publikasi negatif jika tak diberi uang. di Lampung juga terjadi tiga wartawan memeras seorang ASN dengan memanfaatkan percakapan pribadi terkait perselingkuhan, ujarnya
Kasus serupa terjadi di Bangka, di mana seorang wartawan tertangkap tangan menerima uang Rp20 juta dari kontraktor proyek agar tidak diberitakan buruk. Di Aceh, oknum wartawan gadungan meminta Rp15 juta dari kepala desa dengan ancaman publikasi negatif. Tak kalah mengejutkan, di Kendal dua wartawan ditangkap karena meminta Rp4,5 juta dari kepala sekolah, dan di Batang wartawan lain memaksa kepala desa “bekerja sama” dengan setoran tahunan Rp1,5–3 juta, bahkan dipaksa membeli barang tertentu.
Rangkaian kasus ini menunjukkan betapa berbahayanya penyalahgunaan profesi. Praktik demikian jelas melanggar Kode Etik Jurnalistik, yang menegaskan bahwa wartawan wajib bekerja independen, tidak menyalahgunakan profesi, dan tidak menerima imbalan yang memengaruhi objektivitas. dari perspektif hukum, tindakan ini juga termasuk tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam KUHP
Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan pada media, reputasi pers tercoreng, dan jurnalis profesional ikut terkena imbas buruk. Jika dibiarkan, marwah pers sebagai pilar demokrasi akan runtuh, sambung praktisi hukum yang juga selaku sekretaris LBH Rumah Rakyat itu
Ia mengingatkan pentingnya keberanian publik untuk menolak dan melaporkan praktik-prakrik seperti ini. ketika ada pihak-pihak yang dirugikan, maka Aparat Penegak Hukum bersama Dewan Pers harus bertindak tegas, ruang gerak oknum akan menyempit. Pers yang sehat hanya lahir dari jurnalis yang berintegritas dan bermoral
Topan seakan memberi alarm kepada para penggiat media di Gorontalo, jangan sampai mengalami kasus serupa seperti kejadian diluar daerah. Jurnalis Gorontalo harus menempatkan kepentingan publik di atas segalanya, menjunjung tinggi etika, dan menunjukkan bahwa pers bisa dipercaya sebagai pilar demokrasi. Pungkasnya//(***)

Posting Komentar